Yogyakarta-Aceh,
ia harus ditempuh dengan waktu yang tak singkat. Kalau dari Jogja kita harus
transit di Bandara Koalanamu Medan, kemudian baru ke Banda Aceh, Bandara Sultan
Iskandar Muda. Ya, sebenarnya kalau mau irit berangkat dari jakarta. Tujuan perjalanan kami satu, berusaha
seoptimal mungkin menunaikan amanah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta dan memajukan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Indonesia.
Aceh, Kota
Serambi Mekkah begitu julukannya. Kota ini pun menawarkan banyak hal untuk kita
ambil hikmahnya sebagai pelajaran. Teringat sebuah tragedi besar, Tsunami Aceh
yang menelan hampir 150.000an orang dimana sepertiganya adalah anak-anak?
Bencana itu pasti meninggalkan bekas di hati-hati mereka, tentu juga kita. Memberi
penyaksikan betapa mudahnya Allah memerintahkan seluruh alam ini sesuai
kehendakNya, sempurna.
Kota Aceh,
adalah kota yang oleh pemerintahanya menerapkan aturan-aturan Islam. Salah
satunya adanya polisi WH (saya lupa nama kepanjangan). Polisi yang setiap waktu
beroperasi disekitar aceh untuk memastikan warga aceh menerapkan aturan Islam.
Sepanjang perjalanan di Aceh, kami pun tidak menemukan wanita tak memakai
jilbab. Semua memakai jilbab.
Sebelum
berangkat ke Aceh, kami mendapat beberapa gambaran sedikit tentang aceh. Salah
satunya aturan pemakaian rok bagi wanita. Ternyata memang benar. Pemakaian rok
adalah wajib di Aceh, terutama di sekitar Masjid Baiturrahman. Sebuah masjid
yang bersejarah bukan? Ia tetap tegak, tanpa tergenang air sedikitpun ketika
Tsunami menghantam kota bagian barat Indonesia ini. Masjid yang menjadi saksi
kebesaran Allah. Warga yang berlindung di masjid ini, pun Allah taqdirkan tetap
selamat.
Titik Aceh
yang wajib dikunjungi menurutku adalah Masjid Baiturrahman. Bagi yang ingin
shalat di Masjid Baiturrahman, pastikan memakai pakaian yang menutup
aurat. Untuk muslimah, tidak boleh
celana, karena kalau tetap melanggar penjaga masjid tak segan-segan akan
mengusir. Atau kalau sewaktu ada patroli polisi WH, tak segan-segan pula pulang
dalam keadaan celana disobek. Ada juga sebuah aturan ikhtilat atau berdua-duaan
antara wanita dan laki-laki yang bukan mahram, ia akan mendapatkan hukuman
cambuk. Ada waktu khusus di Aceh untuk melakukan hukuman cambuk.
Ada
kendaraan khusus yang cukup terjangkau jika ingin jalan-jalan di kota Aceh
dibeberapa titik. Sebut saja Labi-Labi. Kalau di Aceh, jangan terlihat seperti
orang yang bingung, karena beberapa kali pengalaman, harga akan dinaikkan.
Labi-labi adalah kendaraan roda empat, semacam pick up, yang sudah ada penutup
bagian belakang. Ya, minimal 2 ribu bisa satu kali perjalanan dari Pasar Aceh
sampai Museum Tsunami Aceh. Ingat jangan terlihat galau alias bingung.
Karena
terbatasnya waktu, kami hanya melihat adanya sebuah perahu yang sangat
bersejarah kala itu. Ia menyelamatkan juga beberapa orang saat Tsunami Aceh.
Ombak yang begitu besar, kapal pembangkit tenaga listrik ini terseret sepanjang
7 km dari pinggir pantai Aceh. Kota ini sekarng sudah mulai bangkit, semenjak
beberapa tahu silam.
Kota Aceh,
kau menawarkan kepada kami bahwa kami ini siapa kalau berani-beraninya sombong
terhadap hal-hal yang sejatinya bukan milik kami? Kami tak berdaya, atas segala
apa yang terjadi kecuali atas daya-Mu karena Engkau menginginkan kami dalam
kondisi yang terbaik.
Ditulis di Stasiun Pasar Senen Jakarta,
26 April 2015
Sambil menunggu keberangkatan menuju
kota yang istimewa, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar