Sudah lama sekali blog ini tidak
terisi. Ah, jadi teringat definisi istiqomah yang disampaikan oleh seorang
guru. Istiqomah itu urusannya hati. Qulamantu
billahi, tsummastaqim. Sebuah hadist pendek yang dibincangkan di forum
selasa sore itu membuat hati dan lisan merenung. Ya, katakanlah, aku beriman
kepada Allah, lalu istiqomahlah
Semangat itupun kadang naik
turun. Ya, aku pun merasakannya. Naik, hingga produktifitas menulis bisa
bersambung. Turun, sampai-sampai mengintip blogpun tidak. Jadi malu dengan
janji-janji itu. Menghibahkan diri dalam urusan kebaikan dengan sarana pena.
Entah. Mungkin hanya lupa dengan
“ambisi” kala itu. Ambisi yang memancarkan pengaruh kuat untuk bergerak.
Meringankan tiap kerja-kerja nyata untuk cita-cita itu. Ya, mungkin lupa…
Baiklah,
Dunia jurnalisme, aku lebih suka
menyebutnya dengan kosa kata itu, mengenalnya semenjak empat tahunan yang lalu.
Tertular secara langsung dari sebuah lingkungan yang sampai saat ini pun
berkontribusi penuh membentuk apa yang ada dihati, dan pikiranku.
Dunia jurnalisme, ya, aku nyaman
saja dengan dunia itu. Nyaman untuk membentuk diri, dengan terus menerus
belajar. Dunia itulah yang memperkenalkanku pada sebuah bahasa. Memperkenalkanku
dengan sebuah misi nilai. Hingga pernah berikrar diri, bahwa bahasa itulah yang
akan membuatku hidup. Hidup untuk bahasa, dan bahasa yang akan “menghidupkanku.”
\
Sederhana. Aku. Ya aku. Seorang
wanita dengan sederhananya alasan memilih jalan ini. Bisa dibilang egois,
karena suatu kelak memiliki jawaban ketika hari pertanggungjawaban itu datang.
Ketika ditanya apa bukti kamu benar-benar mencintai Dia. Ah, mencintai Dia? Benarkah?
Terlalu menghakimi nampaknya
tidak baik. Karena apapun alasan kita berpayah-payah pada suatu pekerjaan, itu
yang akan didapat. Aku masih selalu mengingat kalimat itu. Karena semenjak itu
pula, apapun taqdir Allah kelak tentang sebuah pekerjaan ataupun taqdir-taqdir
lain, menulis adalah sarana diri untuk minimal memperbaiki diri dan kemudian
untuk orang lain. Memperbaiki bahasa hati, bahasa lisan dan bahasa pikiran.
Begini redaksinya, “Jika ingin mengubah dunia, maka ubahlah bacaan mereka.”
Berawal dari niat sederhana
itulah, sampai sekarang masih bertahan untuk membentuk diri, di NAH. Dan
berawal dari niat sederhana tapi butuh kerja nyata dan besar itupun, tersambung
dengan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Owh Allah,
mencintaimu tak sekedar di hati dan lisan saja, namun ia menuntut sebuah
perjuangan dan pengorbanan. Apapun itu. Mampukanku untuk selalu mencintai-Mu
dalam kondisi apapun …
Memeluk
rindu pada aku yang selalu bergairah
Di rumah tercinta
gambar : motemotemama.blogspot.com
@annafiahfirdaus