Sabtu, 11 Mei 2013

Allah Maha Pirsa*




Sang surya dengan gagahnya memberikan kehangatan penduduk bumi. Begitupun pagi itu, semlenget sinarnya seakan menjadi pelajaran bagi mereka yang menyadarinya. Sinar yang dengan izin-Nya menumbuhkan perubahan-perubahan pada makhluk-Nya. Entah semakin sehat dengan kandungan Vitamin D-nya. Atau ia sebagai syarat adanya proses fotosintesis untuk hijaunya sebuah pemandangan. Bahkan mungkin membuat sakit? Dengan keluh kesahnya atas sinar yang "menggigit" kulit mereka.

Pagi itu pun akan jadi saksi. Bagi mereka yang malamnya "bercinta" dengan-Nya. Menumbuhkan dan menguatkan benih-benih pengabdian atas jiwa dan segalanya. Ya, mungkin pula pagi kala itu sebagai sebuah awalan atas kejernihan niat dan jiwa untuk lebih dekat dengan-Nya. Dengan apapun.

Bagai membelah sebuah kota, dari ujung barat menuju ruang lurus kota sebelah timur. Antara titik sedayu dan balai kota. Rute perjalanan yang kadang membosankan itu. Legowo cah! Ada yang begitu menggelitik saat itu. Ah, semoga kita bisa sama-sama mengambilnya.

Seperti biasa, sekitar jam 7 adalah kawasan "kekuasaan" ku. Sebuah daerah kekuasaan sebagai pola perjalanan ke kampus. Lantas disebuah perempatan, dengan mengendarai motor yang aku ikhtiarkan tuk kupertahankan. Secara spontan aku berbelok ke arah bersimpangan dengan jalan normal. Harusnya aku berhenti karena lampu merah. Harusnya aku lurus. Tahukah kenapa aku tak melakukannya? Ada pak Polisi yang siap menilang karena norma "kelalulintasan" akan aku langgar jika berhenti. Garis tengah sebagai pembatas ditambah benda warna orange berbentuk kerucut sudah diletakkan di posisinya. Tak ada ruang lagi tuk motorku. Dari arah barat dengan kecepatan yang tak lambat, langsung "menyelamatkan" diri. Tertawa tanpa suara. Langsung teringat dalam, lagi-lagi yang di tulis Nawawi di hadist pertamanya. IHSAN. Allah selalu melihat dan mengetahui apapun yang kita lakukan.

Kenapa harus karena pak polisi menaati peraturan itu? kenapa harus ada "sesuatu hal" kita lebih semangat dalam aktivitas? Kenapa kita selalu mempertimbangkan penilaian atas makhluk-Nya dalam bermuamalah. Sudah jelas, Allah itu mengetahui dan melihat kita. Terlebih, Allah pun mengetahui segala isi hati. Karena-Nya atau Makhluk-Nya?

gambar : blogbikinbetah.blogspot.com