Sabtu, 16 November 2013

Tsummastaqim


Sudah lama sekali blog ini tidak terisi. Ah, jadi teringat definisi istiqomah yang disampaikan oleh seorang guru. Istiqomah itu urusannya hati. Qulamantu billahi, tsummastaqim. Sebuah hadist pendek yang dibincangkan di forum selasa sore itu membuat hati dan lisan merenung. Ya, katakanlah, aku beriman kepada Allah, lalu istiqomahlah

Semangat itupun kadang naik turun. Ya, aku pun merasakannya. Naik, hingga produktifitas menulis bisa bersambung. Turun, sampai-sampai mengintip blogpun tidak. Jadi malu dengan janji-janji itu. Menghibahkan diri dalam urusan kebaikan dengan sarana pena.

Entah. Mungkin hanya lupa dengan “ambisi” kala itu. Ambisi yang memancarkan pengaruh kuat untuk bergerak. Meringankan tiap kerja-kerja nyata untuk cita-cita itu. Ya, mungkin lupa…

Baiklah,

Dunia jurnalisme, aku lebih suka menyebutnya dengan kosa kata itu, mengenalnya semenjak empat tahunan yang lalu. Tertular secara langsung dari sebuah lingkungan yang sampai saat ini pun berkontribusi penuh membentuk apa yang ada dihati, dan pikiranku.

Dunia jurnalisme, ya, aku nyaman saja dengan dunia itu. Nyaman untuk membentuk diri, dengan terus menerus belajar. Dunia itulah yang memperkenalkanku pada sebuah bahasa. Memperkenalkanku dengan sebuah misi nilai. Hingga pernah berikrar diri, bahwa bahasa itulah yang akan membuatku hidup. Hidup untuk bahasa, dan bahasa yang akan “menghidupkanku.”
\
Sederhana. Aku. Ya aku. Seorang wanita dengan sederhananya alasan memilih jalan ini. Bisa dibilang egois, karena suatu kelak memiliki jawaban ketika hari pertanggungjawaban itu datang. Ketika ditanya apa bukti kamu benar-benar mencintai Dia. Ah, mencintai Dia? Benarkah?

Terlalu menghakimi nampaknya tidak baik. Karena apapun alasan kita berpayah-payah pada suatu pekerjaan, itu yang akan didapat. Aku masih selalu mengingat kalimat itu. Karena semenjak itu pula, apapun taqdir Allah kelak tentang sebuah pekerjaan ataupun taqdir-taqdir lain, menulis adalah sarana diri untuk minimal memperbaiki diri dan kemudian untuk orang lain. Memperbaiki bahasa hati, bahasa lisan dan bahasa pikiran. Begini redaksinya, “Jika ingin mengubah dunia, maka ubahlah bacaan mereka.”

Berawal dari niat sederhana itulah, sampai sekarang masih bertahan untuk membentuk diri, di NAH. Dan berawal dari niat sederhana tapi butuh kerja nyata dan besar itupun, tersambung dengan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Owh Allah, mencintaimu tak sekedar di hati dan lisan saja, namun ia menuntut sebuah perjuangan dan pengorbanan. Apapun itu. Mampukanku untuk selalu mencintai-Mu dalam kondisi apapun …

                                                                                    Memeluk rindu pada aku yang selalu bergairah
Di rumah tercinta
gambar : motemotemama.blogspot.com
@annafiahfirdaus


Tidak ada komentar:

Posting Komentar