Rabu, 26 Juni 2013

Ralat Amanah


Tujuh tahun lebih lamanya, seorang wanita berkepala empat itu terlihat jarang menampakkan kesedihan, penyesalan, kelelahan bahkan mengeluh dengan apa yang disebut nasib. Ia, dengan ke “sendiri” nya sudah tak seperti kebanyakan istri yang lain.

“Ya, ini mungkin sudah menjadi jalan hidup saya dan suami”


Wanita berkerudung itu melanjutkan ceritanya. Tiap pekan, sebanyak 3 kali, yakni hari Senin, Rabu, dan Jumat harus membersamai sang Suami tuk Cuci darah. Penyakit gagal ginjal yang menjangkit Sang Suami 52 tahun itu terjadi akibat penumpukan kinerja ginjal yang overload. Di lain hal, tiap hari Sang Suami memang harus mengonsumsi obat penyakit warisan orang tuanya : hipertensi.

Ibu itu masih cantik, ditambah dengan kerudung yang masih modis bagi seusia beliau. Selalu ceria dan tak menampakkan wajah sedih dan keluh kesahnya. Tak sungkan beliau cerita tentang keluarganya padaku. Sang suami yang membutuhkannya tiap waktu, serta kedua anaknya yang selalu bersikap manja. Entah, begitu penasaran diriku tentang apa yang membuatnya begitu kuat. Bayangkan, sudah tujuh tahun Ibu itu merawat Sang Suami yang ia harapkan seharusnya melindungi dan mendekapnya. Tapi selama tujuh tahun itu beliau rasa berbalik seratus delapan puluh derajat.

Ah, pikiranku saat iku memang tak jernih mungkin. Bisa-bisa nya aku berfikir, “Ibu secantik ini kok tidak berfikir meninggalkan Sang Suami saja”, ampuni aku Rabb. Benar-benar tak jernih fikiranku saat itu. Hingga sebuah statement itu keluar dan langsung menampar secara lembut dan menyejukkan, “Ya, semoga ini menjadi Ibadah. Merawat suami kan Ibadah seorang Istri.”

Deg. Ibu itu pun terlihat lega dan semakin cantik dengan senyumnya. Jawaban yang tak ada tawar menawar untuk di bantah. Ya, dalam kondisi apapun, ibu itu akan tetap setia. Tak lari bahkan semakin mendekap erat dalam ikatan karena-Nya. Hanya Allah yang ia harapkan sebagai sebaik-baik pemberi balasan. Hanya Dia, sebaik-baik tempat mengadu dan mengokohkan diri untuk tetap yakin akan jalan hidupnya.

Ya. Semua itu karena cinta. Jika kita sudah cinta, sesuai proporsinya, Allah pun akan mencintai kita lebih apapun dari bayangan kita. Begitu pula dengan amanah, apapun itu, jika kita mencintainya, tak selayaknya kita meninggalkannya dalam kondisi apapun. Pun sesuai dengan proporsi dan kemampuan. Tapi pertanyaannya, sudahkah kita mencintai amanah itu ?

Hasil ngobrol di dingklik depan kamar opname Bapak 18/6/13
RS PKU Muhammadiyah

gambar : http://satufikr.wordpress.com