Senin, 09 Maret 2015

Siapa yang kamu harapkan datang?

Menikah adalah sesuatu yang harus dipersiapkan dengan baik. Tak sekedar persiapan harta tentunya, ilmu yang paling penting. Menikah ada ilmunya, sehingga ia tidak menjadi sia-sia dimata-Nya. Keputusan menikah mungkin bahkan memang oleh kebanyakan sebuah hal yang sangat penting dalam hidupnya. Karena ia tak sekedar sebentar saja jika memang diizinkan oleh Allah, namun sampai Allah menakdirkan sampai berhentinya di dunia, lanjut ke SurgaNya. 

Ya, bagiku menikah juga menjadi keputusan yang besar, dan perlu persiapan besar. Mulai dari niat, yang hanya dan hanya ditujukan kepada Allah, senantiasa dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Senantiasa menjaga niat hanya untuk lebih terjaga dari dosa-dosa mata, hati, dan lain-lain, sehingga kita mudah mengingatNya, kemudian beribadah semampu kita untukNya.

Persoalan menikah memang tidak mudah, tapi nampaknya jangan pula dipikir terlalu rumit. Jika kita yakin kepada Allah tentang urusan kita yang bernama “menikah” dan kita berusaha sesuai aturanNya, Insyaallah Allah yang akan menjamin kehidupan kita lebih baik dan sholih, kelak. 

Lantas siapa yang kita (aku) harapkan datang? Tentu kita semua sudah sering memahami apa yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Quran. Bahwa lelaki baik untuk wanita yang baik, begitu sebaliknya. Dimana ukuran baik dan tidak baik, hanya Allah yang tau. Maka ketika kita mengharapkan seseorang bernama Ali bin Abi Thalib, maka kita boleh berkaca pada Fatimah. Apabila kita menginginkan lelaki seperti Rasulullah dengan akhlaknya yang begitu mulia serta misi dalam hidupnya yang ditujukan untuk kebaikan ummat, maka bersiaplah menjadi Khadijah yang begitu tangguh dengan hartanya, akhlaknya, dan banyak hal lain darinya. Atau seperti Aisyah dengan kecerdasannya? Nah, tentu sebelum kita mengharapkan siapa yang datang, kita terlebih dahulu senantiasa memperbaiki diri. Ohya, mari luruskan niat. Bukan untuk mengharap jodoh itu siapa, tapi Allah ridho dengan apa yang kita hajatkan untuk kebaikan semuanya. 

Siapa yang kita (aku) harapkan? Tentu dimulai dari agamanya. Ia paham bahwa hidup ini termasuk menikah adalah sesuatu yang harus dikerjakan sesuai aturan Islam. Bahwa hidup ini semata hanya untuk beribadah kepadaNya. Mulai dari membahagiakan pasangan, bekerja untuk keluarga, mendidik anak, menafkahi secara lahir dan batin bagi keluarganya, semuanya hanya diniatkan untuk Allah. Ya, mulai dari sini, semua akan baik-baik saja Insyaallah. Hidup bersama mereka yang selalu menghibahkan diri untuk urusan-urusan kebaikan. 

Siapa yang kita harapkan? Tentu lagi mulai dari agamanya. Ia paham bahwa dirinya adalah lelaki, pemimpin keluarganya. Ia adalah nahkoda kapal yang akan memimpin kemana arah kapal ini berlayar. Ia paham bahwa kedua pundaknya harus siap untuk anak dan istrinya. Ia paham bahwa dia adalah seseorang yang menjadi guru dalam keluarganya, mengajarkan apapun yang baik untuk keluarganya. Ia paham bahwa istrinya adalah seorang wanita yang tidak cukup tangguh setangguh dirinya, sehingga ia perlu mendukung apapun yang dikerjakan istrinya asalkan sesuai batasan-batasan aturan Allah. Ia sadar bahwa istrinya adalah seseorang wanita yang memiliki tugas utamanya didalam rumah, mengurus anak dan segala isinya. 

Siapa yang kita harapkan? Dia yang juga punya cita-cita dalam hidupnya. Cita-cita yang tidak hanya untuk dirinya saja, tapi keluarganya, bahkan ummat. Dengan apapun ilmunya ia miliki, ia hanya berfikir bagaimana dengan ilmu yang ia usahakan dan pahami untuk kebaikan banyak orang. Menjadi tauladan dengan ilmunya bahwa ummat muslim harus hidup mulia dengan ilmu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar